Fee, Begal Anggaran Rakyat
Serang - Fee atau imbalan yang diterima setiap penyelenggara negara
atas nama jabatan dan kewenangan yang diembannya adalah sebuah indikasi
terjadinya peristiwa tindak pidana korupsi. Karena itu, aparat penegak
hukum harus aktif melakukan penyelidikan awal terhadap informasi adanya
fee yang diminta oknum anggota DPRD Banten dari beberapa kepala SKPD di
lingkungan Pemprov Banten.
Kesimpulan itu diperoleh dari pernyataan sejumlah kalangan
menyikapi pengakuan beberapa kepala SKPD di lingkungan Pemprov Banten
yang dimintai fee oleh oknum DPRD Banten dalam proses pembahasan APBD
Banten 2016.
"Jika fee itu benar adanya ini namanya benggal anggaran. DPRD
jangan menggunakan kewenangan politiknya untuk menekan eksekutif agar
mendapat rente. DPRD itu jangan mengurusi anggaran secara teknis.
Kewajiban mereka adalah memastikan dan mengawasi anggaran itu berpihak
untuk rakyat," kata Wakil Koordinator ICW Ade Irawan, kemarin.
Ade menegaskan, eksekutif dalam hal ini Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) mestinya mempertahankan dan mengarahkan anggaran untuk
kepentingan rakyat serta tidak membuka ruang negosiasi dengan DPRD.
"Pemprov Banten harus mencontoh Pemprov DKI Jakarta. Mereka ketika
ditekan DPRD tidak ada kompromi," kata Ade seraya mendesak eksekutif
untuk segera melaporkan dan membuka diri tentang adanya praktek fee
tersebut.
Terpisah, Ketua PCNU Kota Serang KH Matin Syarkowi menegaskan,
pejabat ekfekutif harus berani menolak upaya-upaya tekanan dari pihak
manapun terutama anggota DPRD dalam proses pembahasan anggaran. Para
pejabat juga harus berani melaporkan dugaan pungutan fee itu kepada
Badan Kehormatan DPRD Banten agar ada tindakan dalam perspektif etika.
"Pemprov juga harus berani dan jujur untuk melakukan upaya
bersih-bersih. Jangan takut masyarakat pasti akan mendukungnya. Kepala
SKPD juga harus berani menyebutkan nama anggota DPRD yang memungut fee
tersebut. Biar terang benderang.
Kami akan amati terus perkembangan kasus ini untuk membantu aparat penegak hukum bisa mengungkapnya," kata Matin.
Sumber di DPRD Banten menyatakan, fee disepakati dalam rapat teknis
antara Komisi dan mitra kerjanya. Modusnya, Komisi berjanji
meningkatkan anggaran mitra kerjanya tersebut pada tahun anggaran
berikutnya. Namun mitra kerja harus memberika fee dengan besaran
tertentu agar rencana kenaikan anggaran disetujui Dewan. "Jadi fee ini
berlangsung saat anggota Dewan menjalankan fungsi budjeting. Fee itu
bukan dari dana aspirasi tapi dari pembahasan anggaran setiap SKPD."
Sementara sumber di lingkungan Pemprov Banten menuturkan, saat ini
proses pembahasan APBD Banten 2016 masih pada penyusunan rencana kerja
pemerintah daerah (RKPD). Setelah itu masuk ke kebijakan umum
anggaran-plafon prirotas anggaran sementara (KUA-PPAS) yang menjadi
domain kerja Bappeda. Baru kemudian setelah disetujiui DPRD dibahas
bersama TAPD. "Jadi mungkin saja fee itu beredar saat SKPD bertemu mitra
kerja untuk membahas RKPD. Jadi sekarang tahapannya belum di TAPD,"
kata sumber. (gel)
Komentar
Posting Komentar